Benar saja, pas tengah malam, warga yang rumahnya berdekatan dengan lokasi kejadian, mendengar suara rintihan orang minta tolong dari arah rel Kereta api. Anehnya, suara rintihan ini bukan satu dua orang yang mendengarnya, tetapi hamper semua warga yang rumahnya berdekatan dengan Rel Kereta Api. Bahkan, ada juga warga yang pintu rumahnya diketuk-ketuk, saat dicek ternyata tidak ada seorang pun.
Sehari setelah kejadian, teror ini semakin menjadi. Wanto, seorang warga di kampung Pak Irin mengalami teror ini secara langsung. Malam itu, Wanto yang masih saudara dengan Pak Irin ini, baru pulang dari Jakarta. Wanto selama ini merantau di Jakarta, dan pulang ke kampung karena ada keperluan. Sekitar pukul 11 malam, Wanto berjalan kaki dari jalur pantura menuju kampungnya. Kala itu, tidak ada angkutan umum maupun ojek. Satu satunya cara ya berjalan kaki.
Saat Wanto hendak menyeberang rel kereta api, sayup sayup terdengar suara minta tolong. Suaranya terdengar menyayat hati.
“Mas tolong… tolong, ini kaki saya, tolong mas…,” suara yang terdengar di telinga Wanto.
Mendengar itu, Wanto tersentak kaget dan mencari sumber suara. Nampak dari kejauhan, ada seseorang berada di tepi rel Kereta Api. Wanto menduga, pria itu yang meminta tolong, sehingga mendekatinya. Semakin mendekat, semakin jelas juga suara minta tolong yang terdengar ditelingannya. Saat itu, pria yang meminta tolong terlihat menundukan kepala dengan posisi berjongkok.
Saat berjarak sekitar 2 meter, Wanto pun menyapa pria yang meminta tolong dan bermaksud memantunya. Namun Wanto tersentak kaget sejadi-jadinya, saat pria yang meminta tolong mendongakkan kepada sambal berucam, “Mas tolong ini kaki saya mana?”.