BOYOLALI, smpantura – Tak mudah menuntun orang dengan keterbatasan yang ditakdirkan Tuhan. Namun, kemauan keras dengan dorongan yang kuat membuat keterbatasan menjadi sebuah hal yang luar biasa.
Hal itu yang tercermin dalam keseharian para disabilitas di Gedung Sanggar Inspirasi Karya Inovasi Difabel (Sriekandi) Patra di Desa Tawangsari, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali, Jateng. Mereka secara kreatif membuat batik tulis hasil binaan dari program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Pertamina Patra Niaga Region Jawa Bagian Tengah.
Darmawan Fadli Abdul Syukur (18) warga Dukuh Kongklangan RT 04 RW Desa Tawangsari, terlihat semringah saat sejumlah awak media saat berkunjung di Sriekandi Patra Boyolali, Selasa (18/10). Keterbatasan yang dimiliki sejak lahir agaknya tak mempengaruhi kreasinya dalam membatik. Bahkan, pemuda yang awalnya tidak suka seni itu, terlihat asik dan nyaman saat menggoreskan kuasnya di kain putih beralaskan selembar kardus.
“Aku bisanya pakai kuas. Kalau pakai canting, tangannya gemetaran dan keringat dinginnya keluar semua,” kata Darmawan yang akrab disapa Wawan sembari mencelupkan kuasnya di malam atau lilin batik di atas tungku api.
Kondisi Wawan saat gemetaran, menguak masa kelam saat sebelum bergabung di Sriekandi Patra. Keterbatasan yang dimilikinya, membuat pria yang murah senyum itu, hanya bisa mengurung diri di rumahnya. Saat bertemu dengan orang yang tak dikenal, kondisi tubuhnya seperti saat memegang canting. Gemetar, keluar keringat dingin, bahkan membuatnya semakin terpuruk.
“Di rumah hanya nonton TV, dan sempat sekolah 1 tahun. Tapi, keluar sekolah,” ujar anak pasangan Sudarni (50) dan Suwanto (47) itu.
Kini, perasaan itu telah sirna. Wawan senang bertemu dengan orang-orang baru, menimba ilmu, dan menambah pengalaman baru. Wajahnya terpancar kebahagiaan. Semangat berkobar Wawan sempat menaikan etos kerjanya. Di awal diperkenalkan dengan batik dan mulai mendalami, pemuda yang suka dengan batik anyaman gedek dan motif bunga-bunga besar itu, mampu menyelesaikan 20 kain dalam lima hari. Padahal, normalnya hanya bisa membatik 4-5 kain dalam sebulan.
“Aku tidak tahu kenapa. Tapi, saat ini semangatku luar biasa,” ucap berapi-api.
Wawan yang diajak Pertamina pada April 2019 itu, telah mampu sedikit membahagiakan orangtuanya. Tiap bulan, Ia mempu menghasilkan pendapatan antara Rp 300 ribu dan Rp 500 ribu. Wawan tak seperti anak pada umumnya, karena uang yang dihasilkan semuanya dikasihkan orangtua. Pasalnya, sejak awal dirinya melukis, tujuan utamanya untuk membantu ekonomi keluarga.
“Aku sangat bersyukur bisa diajari membatik, sehingga bisa membantu ekonomi keluarga,” kata Wawan yang matanya berkaca-kaca.
Kemahiran Wawan dalam membatik tak lepas dari tangan dingin Yunita Lestari yang juga memiliki keterbatasan fisik. Wanita 32 tahun itu, berhasil mengajari teman-temannya yang berkebutuhan khusus untuk membatik. Keahlian membatik bermula saat Pertamina menawarkan untuk sekolah membatik selama tiga bulan di tahun 2017. Dalam sekolah itu, wanita beranak satu itu juga diajari berjalan.
“Awalnya susah, tapi saya bertekat buat bisa batik agar bisa bantu dan membahagiakan orangtua,” ucap wanita berhijab yang tak kuasa menahan sedihnya tercermin dari kata-katanya yang terbata-bata.
Tekat Yunita mengubur masa lalunya yang hanya terkurung di dalam rumahnya. Bahkan, pada mulanya orangtua Yunita tak mengizinkan untuk belajar membatik. Pasalnya, wanita itu sejak kecil tak pernah lepas dari orangtua. Orangtua khawatir tak ada yang mengurusi saat belajar membatik. Namun, tekatnya yang kuat membawanya kekehidupan yang jauh lebih baik.
“Saya sempat bekerja di salah satu perusahaan, tapi saya ingat temen saya, Wawan. Saya pulang untuk mengajarinya membatik,” terang Yunita yang suka membatik motif bunga-bunga itu.
Yunita mengajari Wawan dan keempat teman-temannya yang berkebutuhan khusus. Tak mudah mengajari membatik kepada teman-temannya itu. Namun, Ia selalu memberikan semangat dan motivasi agar bisa membatik.
“Ayo kamu bisa dan harus bisa,” kaya Yunita yang kerap melontarkan kata-kata itu untuk memberikan semangat kepada teman-temannya.
Tekat Yunita mengalahkan segalanya. Bahasa isyarat yang sulit dipelajari, mampu dikuasainya hanya untuk mengajari dua temannya yang memiliki keterbatasan mendengar dan berbicara. Alhasil, kedua temannya juga telah mahir membatik.
Semangatnya untuk mendobrak keterbatasan membawanya bertemu dengan tambatan hatinya. Selama bersekolah membatik, Ia bertemu dengan seorang pria dengan keterbatasan yang sama. Goresan malam membawanya merajut dalam cinta yang terikat dalam sebuah pernikahan di tahun 2018 lalu. Kini, keduanya telah dikaruniani seorang anak yang cantik, Ika Nurjanah yang telah berusia tiga tahun.
Koordinator Workshop Sriekandi Patra Boyolali, Siti Fatimah menjelaskan, Sriekandi Patra terbentuk pada 9 April 2018 dan dikukuhkan dan berpindah ke gedung workshop Sriekandi Patra pada 18 Oktober 2019. Workshop Sriekandi Patra sudah menghasilkan motif kain batik bernama Lembu Patra. Kain batik motif Lembu Patra juga sudah dipatenkan.
“Motif ini spesial karena ada logo Pertamina dan gambar hewan sapi yang merupakan khas Boyolali,” ujarnya.
Unit Manager Communication, Relations dan CSR Pemasaran Regional Jawa Bagian Tengah, Brasto Galih Nugroho menuturkan, pihak Pertamina tak hanya memberikan bantuan berupa materi. Namun, juga pendampingan dan peningkatan keterampilan.
“Bantuan juga dalam bentuk pendampingan dan peningkatan ketrampilan, jaringan kerjasama dan publikasi. Pemantauan dan pendampingan Sriekandi Patra dilakukan secara periodik oleh Community Development Officer Fuel Terminal Boyolali,” ucap Brasto.
Ditambahkan, perkembangan Workshop Sriekandi Patra semakin membaik.
“Anggota Sriekandi Patra antusias dalam melakukan pekerjaan batik meski dalam keterbatasan. Terus giat berusaha dan tularkan ilmu kepada yang lain,” pungkasnya. (Dwi Putro GD)
Baca Juga