TEGAL, smpantura – Sekretaris Komisi I DPRD Kota Tegal, H Eko Susanto menyikapi wacana penerapan program sekolah sehari penuh (full day school) atau lima hari sekolah bagi siswa jenjang SD dan SMP di Kota Tegal.
Menurutnya, kebijakan itu dapat berdampak terhadap perkembangan perilaku anak serta berpotensi menghilangkan keberadaan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) atau Madrasah.
Full day school terhadap siswa SD dan SMP dikhawatirkan berimplikasi terhadap psikologis dan fisik anak yang kelelahan mengikuti pembelajaran di sekolah. Ketika sore hari harus melanjutkan TPQ atau madrasah, mereka enggan untuk berangkat.
“Pagi sampai sore sudah di sekolah, begitu pulang ke rumah dan mau melanjutkan TPQ sudah kecapekan,” tutur Eko, Rabu (28/5/2025).
Apabila hal itu terjadi, Eko mengkhawatirkan kondisi anak-anak pada lima atau bahkan sepuluh tahun ke depan. Sebab pendidikan agama, baik mengaji dan sejenisnya sudah tidak mereka dapatkan.
Selain itu, jika kebijakan lima hari sekolah diterapkan, maka akan mematikan keberadaan TPQ karena tidak lagi memiliki siswa. Eko berharap, Pemerintah Kota Tegal mendorong agar siswa SD dan SMP dapat masuk ke TPQ atau madrasah.
“Saya mengusulkan agar Disdik untuk mengeluarkan surat edaran. Agar siswa jenjang SD dan SMP supaya mengikuti TPQ di luar pendidikan formal untuk peningkatan pemahaman keagamaan,” katanya.
Sekretaris DPC PKB Kota Tegal ini juga meminta agar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) berkomitmen untuk melaksanakan kesepakatan dengan hasil koordinasi bersama DPRD belum lama ini.
“Dulu dari pertemuan rapat disepakati bahwa wacana lima hari sekolah ditolak dan kami tetap mendukung kebijakan enam hari sekolah,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Disdikbud Kota Tegal, M Ismail Fahmi menuturkan bahwa program lima hari sekolah di Kota Tegalmasih sebatas wacana dan perlu dilakukan beberapa kajian mendalam, meski di beberapa daerah sudah menerapkannya bagi siswa SD dan SMP.
Ditemui di Balai kota Tegal, Fahmi menyebut bahwa lima hari sekolah sudah diterapkan SD dan SMP di Kota Semarang, Magelang hingga Klaten.
Adanya kekhawatiran memberikan sedikit waktu luang bagi keluarga dan berdampak pada tutupnya TPQ, Fahmi menilai ada kajian yang perlu disampaikan.
“Memang jam belajar siswa semakin padat hingga sore. Ada yang khawatir waktu untuk anak di rumah berkurang dan tidak bisa berangkat TPQ. Tapi, lagi-lagi kita harus memahami bahwa ini baru sebatas wacana dan masih dikaji. Perlu diperhatikan pula bahwa tidak sedikit dari lima hari sekolah justru menambah jumlah siswa bagi TPQ atau madrasah,” jelasnya. **