BATANG, smpantura – Proyeksi penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Batang dalam APBD Perubahan 2025 disorot berbagai fraksi di DPRD Batang. Apalagi pada saat yang sama, belanja daerah justru meningkat.
Hal tersebut disampaikan fraksi-fraksi DPRD dalam Rapat Paripurna DPRD Batang yang digelar beberapa waktu lalu. Juru Ketua Fraksi PKB Kukuh Fajar Rhomadhon mengatakan, APBD 2025 diproyeksikan turun sebesar Rp 43,66 miliar atau 2,21% dari semula Rp 1,978 triliun menjadi Rp 1,934 triliun.
”Sementara PAD 2025 juga diproyeksikan turun Rp 3,68 miliar atau 0,89%. Dari proyeksi semula Rp 411,68 miliar menjadi Rp 408 miliar,” ujarnya.
FKB menilai yang menjadi sorotan adalah ketika PAD menurun, namun pada saat yang sama, belanja daerah justru meningkat sebesar Rp 36,19 miliar atau 1,78% menjadi Rp 2,074 triliun dibandingkan penetapan awal sebesar Rp 2,038 triliun. Hal itu menimbulkan defisit anggaran sebesar Rp 139,85 miliar yang ditutup melalui pembiayaan netto.
”Penurunan proyeksi pendapatan daerah termasuk PAD merupakan fenomena yang lumrah dalam pengelolaan fiskal daerah ditengah ketidakpastian ekonomi nasional dan penyesuian kebijakan fiskal pusat. Tapi penurunan PAD tidak boleh dianggap sebuah kelaziman tanpa diikuti evaluasi, apalagi jika terjadi di tiap tahun anggaran,” tuturnya.
Ketua Fraksi PDIP, Riharso mengungkapkan, penurunan PAD menunjukan pemerintah daerah belum optimal dalam menggali potensi pendapatan yang ada. Fraksi PDIP juga menyoroti keberadaan Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB) setelah berubah status menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) justru menyebabkan hilangnya sejumlah pendapatan daerah.
”Disisi lain, sampai saat ini multiplayer effect dari KITB sendiri belum bisa dinikmati optimal oleh warga sekitar dan justru daerah tetangga yang saat ini lebih banyak mendapat keuntungan dari sisi ekonomi,” ujarnya.
Ketua Fraksi PKS Sidqon Hadi mendorong Pemkab Batang untuk lebih progresif dalam menggali potensi PAD, khususnya dari sektor-sektor ekonomi lokal dan digitalitasi layanan perpajakan daerah. Penurunan PAD sebesar 0,89% hendaknya jadi momentum untuk melakukan evaluasi dan reformasi strategi intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan agar kemandirian fiskal daerah semakin kuat.
“Dari sisi belanja daerah, kami mencatat ada kenaikan sebesar 1,78% menjadi Rp 2,074 triliun yang didominiasi oleh kenaikan belanja operasi. Fraksi PKS menilai, belanja operasi memang penting untuk menjamin kelangsungan pelayanan publik, tapi kami juga menekankan pentingnya efisiensi anggaran serta pengendalian belanja pegawai agar tidak menggerus belanja pembangunan,” tegasnya.