BREBES, smpantura – Desa Pruwatan, salah satu desa di Kecamatan Bumiayu, Kabupaten Brebes, menyimpan sejarah panjang yang tidak banyak diketahui masyarakat luas.
Desa ini tidak terbentuk begitu saja, melainkan hasil perjuangan gigih para pendahulu yang rela mempertaruhkan tenaga, pikiran, bahkan nyawa.
“Desa Pruwatan bukan hadiah, bukan pula pemberian cuma-cuma. Ini hasil perjuangan panjang leluhur kita yang dimulai dari membabad hutan peperangan,” ujar Kepala Desa Pruwatan, Rasiman, saat ditemui di kantor desa, baru baru ini.
Secara geografis, wilayah Pruwatan dulunya merupakan kawasan hutan belantara yang dikenal dengan nama Wono Yudan atau Alas Peperangan.
Proses pembukaan wilayah ini, atau yang dikenal dengan babad alas, berlangsung dari tahun 1858 hingga 1875. Para pendiri desa bergotong royong membuka lahan dan membentuk permukiman yang kini berkembang menjadi Desa Pruwatan seperti sekarang.
Nama “Pruwatan” sendiri berasal dari kata Jawa “Ruwat”, yang berarti merawat atau menjaga. Nama ini merupakan pesan moral dari para pendiri desa agar masyarakat senantiasa merawat dan menjaga tanah kelahirannya.
Di sisi lain, ada pula tutur tinular atau cerita turun-temurun yang menyebutkan bahwa nama Pruwatan berkaitan dengan tradisi ruwatan—ritual adat membuang sial yang hingga kini masih dijalankan, terutama saat pergantian kepala desa, biasanya dengan pagelaran wayang kulit.
Dalam sejarahnya, sejumlah tokoh spiritual dan pemimpin lokal berjasa besar dalam membentuk Desa Pruwatan. Di antaranya adalah Mbah Eyang Raden Ajeng Adipati Purbonegoro, Kiyai Wangsacandra, Syekh Abdul Ghofar, Embah Sembana, H. Puspowidagdo, hingga Sunan Baqo.
Mereka dimakamkan di berbagai lokasi sakral yang tersebar di wilayah desa, seperti Makam Taman Sari, Makam Candi Taman, hingga Kubangsari.
“Jejak para pendiri masih kami rawat. Kami ingin generasi muda tahu bahwa desa ini dibangun dari perjuangan, bukan kebetulan,” lanjut Rasiman.
Kini, dengan semangat gotong royong dan penghormatan terhadap nilai-nilai leluhur, masyarakat Pruwatan terus menjaga tradisi dan berbenah menuju desa yang mandiri dan berdaya saing.(**)