SLAWI, smpantura – Limbah bulu ayam dari tempat pemotongan ayam yang kerap dibuang di sungai telah mengusik jiwa Dwi Pradika Setiawan. Tak ingin, sungai semakin kotor dan tercemar limbah, warga Rt 3 Rw 2 Dukuh Gunung Guntur, Desa Cawitali, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal ini tergerak untuk memanfaatkan limbah bulu ayam menjadi sesuatu yang berguna dan bernilai ekonomis. Di tangannya limbah bulu ayam bisa digunakan untuk pakan ayam.
“ Ada pemotongan ayam putih, broiler, yang membuang bulu ayam di sungai. Air sungai berubah warna menjadi hijau. Daripada mencemari lingkungan, mending bulu ayam dibuat pakan alternatif ternak,”terang Dwi Pradika saat ditemui mengikuti pameran Penyediaan Layanan Pengembangan Usaha (PLPU) Agribisnis dan Pasar Tani di Taman Teknologi Pertanian (TTP) Desa Kesuben, Kecamatan Lebaksiu, 27 Oktober 2022.
Menurut Dwi Pradika, selain sungai di desanya, Kali Arus, menjadi bersih, usaha pembuatan pakan alternatif ternak dari limbah bulu ayam, kini menjadi bisnis yang akan terus ditekuninya.
Alumni Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Tangerang ini mengisahkan, sebelumnya dia bekerja di perusahaan media elektronik dari tahun 2015 sampai dengan 2020. Dia terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) bersama rekan-rekannya saat pandemi Covid-19 .
Saat pulang ke kampung halaman itulah, dia melihat peluang usaha dari limbah bulu ayam yang dibuang di Kali Arus. Dari literatur yang dibacanya, dia mengetahui limbah bulu ayam menjadi sumber protein pada pakan ternak.
Berkat ide bisnisnya itu, Dwi Pradika lolos dalam program Wirausaha Pemuda Chapter III tahun 2021 dan mendapat hadiah insentif sebesar Rp 15 juta dari Pemkab Tegal dan pendampingan Tim Kerja Wirausaha Pemuda Kabupaten Tegal serta Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Tegal.
Dwi Pradika, menyebutkan, saat ini pakan ternak itu sudah dipasarkan ke peternak ayam di wilayah Kabupaten Brebes, Tegal , Slawi dan Pemalang. Dia dibantu satu karyawan dan sepuluh reseller.
Proses produksi pakan alternatif ternak itu melalui sejumlah tahapan. Menurutnya, bulu ayam dikeringkan terlebih dulu, selanjutnya dicuci dan dikeringkan lagi. Kemudian difermentasi menggunakan bakteri. Proses selanjutnya digiling dan ditambah dengan dedak atau bekatul, lalu dicetak menjadi pelet.
“Metode kedua, bulu ayam yang sudah bersih diungkep menggunakan mesin autoclave, supaya hancur sehingga mudah dicerna oleh ternak,”ucapnya.
Dwi Pradika menyebutkan, produk pakan ternak buatannya dijual dengan harga Rp 8.000 sampai dengan Rp 10.000 per kilogram atau lebih murah dari harga pakan pabrikan. Meski demikian, kandungan gizinya minimal sama dengan pabrikan.
Diakuinya, untuk memasarkan produknya, dia harus bersaing ketat dengan perusahaan pakan ternak yang menjalin kemitraan dengan peternak.
Kendala lain adalah keterbatasan peralatan yang mempengaruhi produksi pakan ternak.
“Mesin yang saya beli berkapasitas kecil. Dalam sebulan hanya bisa memproduksi dua kuintal. Kalau kapasitasnya lebih besar dan alatnya lengkap, maka produksi akan lebih banyak,”ucapnya.
Selain menekuni pembuatan pakan alternatif ternak, pria kelahiran Tegal , 13 Agustus 1993 ini juga melirik bisnis agribisnis lainnya. Sejak tahun 2020 dia menjual bibit anggur sekaligus memberikan jasa konsultasi budidaya anggur. Berbagai bibit anggur impor yang dijual antara lain Ninel, Jupiter, Oscar, Moondrop, Everest. (T04-Red)