Dwi Pradika, menyebutkan, saat ini pakan ternak itu sudah dipasarkan ke peternak ayam di wilayah Kabupaten Brebes, Tegal , Slawi dan Pemalang. Dia dibantu satu karyawan dan sepuluh reseller.
Proses produksi pakan alternatif ternak itu melalui sejumlah tahapan. Menurutnya, bulu ayam dikeringkan terlebih dulu, selanjutnya dicuci dan dikeringkan lagi. Kemudian difermentasi menggunakan bakteri. Proses selanjutnya digiling dan ditambah dengan dedak atau bekatul, lalu dicetak menjadi pelet.
“Metode kedua, bulu ayam yang sudah bersih diungkep menggunakan mesin autoclave, supaya hancur sehingga mudah dicerna oleh ternak,”ucapnya.
Dwi Pradika menyebutkan, produk pakan ternak buatannya dijual dengan harga Rp 8.000 sampai dengan Rp 10.000 per kilogram atau lebih murah dari harga pakan pabrikan. Meski demikian, kandungan gizinya minimal sama dengan pabrikan.
Diakuinya, untuk memasarkan produknya, dia harus bersaing ketat dengan perusahaan pakan ternak yang menjalin kemitraan dengan peternak.
Kendala lain adalah keterbatasan peralatan yang mempengaruhi produksi pakan ternak.
“Mesin yang saya beli berkapasitas kecil. Dalam sebulan hanya bisa memproduksi dua kuintal. Kalau kapasitasnya lebih besar dan alatnya lengkap, maka produksi akan lebih banyak,”ucapnya.
Selain menekuni pembuatan pakan alternatif ternak, pria kelahiran Tegal , 13 Agustus 1993 ini juga melirik bisnis agribisnis lainnya. Sejak tahun 2020 dia menjual bibit anggur sekaligus memberikan jasa konsultasi budidaya anggur. Berbagai bibit anggur impor yang dijual antara lain Ninel, Jupiter, Oscar, Moondrop, Everest. (T04-Red)


