Kain itu ditata di lantai, kemudian diatasnya diberi beberapa lembar daun, seperti daun jati, lanang kuning dan ecaliptus. Selanjutnya ia mengambil satu buah tumbler polos. Tumbler itu dimasukkan ke dalam larutan tunjung (Fe) atau tawas. Fungsi larutan tunjung untuk mendapatkan efek warna lebih gelap, sedangkan larutan tawas untuk mendapatkan warna lebih terang.Tumbler itu kemudian digulingkan ke atas daun dan kain. Tumbler yang telah diselimuti kain, kemudian dibungkus platik berwarna hitam yang sebelumnya telah dikukus, kemudian direkatkan dengan selotip.
Proses selanjutnya adalah pengukusan. Tumbler yang diselimuti kain dan plastik hitam ini dikukus selama dua jam di dalam dandang. Setelah dua jam, tumbler diangkat dan dibuka bungkusnya lalu dibilas. Hasilnya, tumbler yang semula putih polos, kini sudah dihiasi gambar daun dengan warna alami, seperti merah muda, ungu dan coklat.
Tak hanya menjual tumbler yang sudah diwarnai, Fica juga kerap mendapat pesanan tumbler polos yang sudah melalui proses coating. Biasanya, pemesan ingin melakukan praktek pewarnaan sendiri.
“Biasanya konsumen memesan melalui aplikasi Shopee atau facebook,” sebut Fica.
Selain tumbler yang dibanderol dengan harga Rp 100 ribu per buah, produk ecoprint buatan Fica seperti syal sutera, tas ransel kulit dan tas kain sudah menembus pasar luar negeri diantaranya ke negara Perancis. “Ada teman yang membawa produk saya kesana. Ternyata sambutan di sana luar biasa. Bahkan mereka memesan lagi,” terangnya.
Wanita kelahiran 25 Juli 1982 ini, sekarang dipercaya sebagai Ketua Asosiasi Eco Printer Indonesia (AEPI) Jawa Tengah periode 2021-2025. Dia kerap menggelar workshop secara offline maupun online. Selain itu, menggelar pameran di berbagai daerah. Produk ecoprint berupaka pakaian jadi pernah dipamerkan pada saat peluncuran Program Wirausaha Pemuda 2022 di Gedung Dadali Pemkab Tegal, Inacraft di Jakarta Convention Center dan Tasyakuran Hari Koperasi Nasional ke-75 di Taman Rakyat Slawi Ayu.