SLAWI, smpantura – Sejak zaman dahulu, para leluhur dan sesepuh Desa Semedo, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Tegal mempercayai adanya pasar gaib di wilayah tersebut. Bahkan, Mbah Semedo yang makamnya selalu ramai dikunjungi para peziarah, juga menyampaikan hal serupa.
“Ada peziarah yang pernah membeli rokok di pasar gaib Pilang Kerep. Itu ramai jadi perbincangan, karena bentuk rokoknya ada dan uang kembaliannya juga ada,” kata warga Semedo, Sisworo saat ditemui di Museum Purbakala Semedo, Minggu (16/2/2025).
Pria yang merupakan anak pertama pegiat situs Semedo, Dakri itu, mengaku sempat mendapatkan informasi tentang adanya pasar gaib di desanya. Kendati dirinya belum melihat langsung pasar Pilang Kerep tersebut, namun beberapa cerita meyakinkannya adanya pasar gaib di desanya. Ia mengisahkan, ada seorang peziarah yang hendak ke Makam Mbah Semedo pada tahun 2005. Peziarah asal Brebes itu bercerita bahwa pada suatu malam hendak menuju makam Mbah Semedo. Karena kehabisan rokok, maka peziarah itu mencari warung rokok. Namun, setelah berkeliling tidak ada yang buka. Saat akan melanjutkan perjalanan menuju makam Mbah Semedo, peziarah itu melihat adanya toko besar yang masih melayani pembeli.
“Katanya orang ini sempat beli rokok, dan uang kembalinya juga asli,” ujarnya.
Orang tersebut, kata Sisworo, melihat beberapa toko besar yang cukup modern. Pria tersebut juga merasa heran, namun tidak dipedulikannya. Lokasi pasar gaib tersebut berada di tanah lapang sebelah gerbang masuk Desa Semedo. Peristiwa itu membuat Sisworo mengaitkan dengan dongeng-dongeng orang terdahulu yang meyakini adanya pasar gaib, bahwa pasar itu dinamai Pilang Kerep.
“Pilang Kerep itu artinya datang dan pergi atau kadang ada dan kadang tidak ada,” katanya.
Sisworo memaknai adanya pasar gaib lain dengan warga kebanyakan. Perkataan Mbah Semedo yang menyampaikan pada akhir zaman, Semedo akan menjadi kota atau pasar besar, dimaknai Sisworo dengan berdirinya Museum Semedo. Ada juga mitos bahwa orang yang datang ke Semedo harus berprilaku baik. Ia mengartikan bahwa orang yang datang ke Semedo akan mendapatkan kebaikan, berupa ilmu pengetahuan tentang adanya situs purbakala.
“Ada juga mitos bahwa Semedo akan menjadi pusat penjualan Abu Putih. Saya artikan bahwa Semedo menjual ilmu pengetahuan atau tulang sisa kehidupan,” beber Sisworo yang juga menjadi staf kebersihan di Museum Semedo itu.
Sisworo melihat mitos-mitos tersebut menjadi peluang bagi masyarakat Semedo. Ia menggagas berdirinya Pasar Pilang Kerep yang buka sejak 2021 lalu. Pada saat itu, pembukaan Pasar Pilang Kerep sebelum Museum Semedo dibuka. Awalnya, hanya empat pedagang yang berjualan. Namun, berkembang pasar, saat ini telah mencapai 60 pedagang.
“Nama Pilang Kerep sempat diprotes warga, karena dinilai menyalahi mitos leluhur. Akhirnya, nama pasar ini dirubah menjadi Pasar Langgeng. Tujuannya agar pasar ini bisa terus ada dan berkembang pesat,” harap Sisworo.
Hingga kini, lanjut dia, Pasar Langgeng selalu ramai di kunjungi ratusan warga dari Brebes, Tegal, Pemalang dan sekitarnya. Pasar hanya buka setiap hari Minggu mulai pukul 06.00 sampai Pukul 11.00. Pasar Langgeng menjual makanan khas pedesaan dan hasil bumi warga Semedo dan sekitarnya. Perputaran uang di pasar tersebut cukup tinggi. Tiap pedagang bisa bertransaksi antara Rp 500 ribu dan Rp 2,5 juta.
“Makanan tradisional yang dijual diantaranya gemblong, blendung, gaplek, jolang, dan lainnya,” terangnya.
Sisworo menambahkan, mitos masyarakat Semedo agaknya terjawab dengan adanya Pasar Langgeng yang sebelumnya dinamakan Pasar Pilang Kerep. Pasar ini memang seperti pasar siluman, karena Pasar Langgeng hanya ramai setiap pukul 06.00-pukul 11.00 di hari Minggu. Setelah itu, pasar yang berada di belakang Museum Semedo dan tepi jalan Desa Semedo itu, setiap harinya sepi.
“Kaya pasar gaib hanya ramai saat buka, tapi selebihnya sepi,” pungkasnya. **
Baca Juga
