Slawi  

Pupuk Bersubsidi Langka dan Mahal

REFLEKSI : Anggota Fraksi PKB DPRD Kabupaten Tegal Akhmad Sayuti (kiri) menghadiri Refleksi 4 Tahun Kepemimpinan Bupati Tegal Umi Azizah dan Wakil Bupati Tegal Sabilillah Ardie, di Rumdin Bupati Tegal, Minggu malam (8/1).

SLAWI, smpantura – Refleksi 4 Tahun Kepemimpinan Bupati Tegal Umi Azizah dan Wakil Bupati Tegal Sabilillah Ardie, di Rumdin Bupati Tegal pada Minggu malam (8/1), menguak keluhan para petani di wilayah tersebut yang kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi. Selain langka, pupuk bersubsidi itu dijual tidak sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET).

“Masa pupuk bersubsidi harganya sampai Rp 270 ribu per kantong. Kasihan petani kalau seperti ini,” kata Anggota Fraksi PKB DPRD Kabupaten Tegal, Akhmad Sayuti di depan Bupati Tegal, Ketua DPRD dan Sekda Kabupaten Tegal. Seperti diketahui bahwa pupuk bersubsidi jenis urea sesuai HET yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 2.250 perkilogram. Jika perkantong berisikan 50 kilogram, maka harga pupuk urea seharusnya hanya Rp 112.500.

Sayuti mengaku, setiap menggelar reses untuk menjaring aspirasi, pihaknya selalu mendapat keluhan dari masyarakat ihwal pupuk bersubsidi. Bahkan, masyarakat petani tidak hanya mengeluh soal kelangkaan pupuk, tapi juga harga yang mahal. Kendati harga pupuk bersubsidi mahal, tapi para petani tetap membelinya. Karena mereka butuh untuk tanaman padinya.

“Kami minta pengawasannya lebih inten,” tandasnya.

BACA JUGA :  Usung Tema "RAKIT", Jambore Cabang Kwarcab Tegal Diikuti 584 Pramuka Penggalang

Sementara, Plt Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Tan KP) Kabupaten Tegal, Dadang Darusman menjelaskan, pada 2022 lalu, ada 2 jenis pupuk bersubsidi, yakni pupuk urea dan NPK. Untuk kuota pupuk urea sebanyak 23 ribu ton. Sedangkan NPK hanya 11 ribu ton. Dirinya tak menampik, para petani di Kabupaten Tegal memang kerap mengeluhkan soal kelangkaan pupuk bersubsidi. Hal itu karena distribusi pupuk dari Pemerintah Pusat tidak sesuai dengan usulan pada Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani (RDKK). Pemerintah hanya mampu mendistribusikan 70 persen. Sementara petani tidak mengelola kebutuhan pupuknya, sehingga saat musim tanam (MT) 3, mereka kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi.

“Jadi petani sering beranggapan bahwa pupuk yang diusulkan di RDKK akan didistribusikan semua. Padahal sebenarnya hanya 70 persen,” jelasnya.

Untuk itulah, Dadang meminta kepada para petani supaya dapat mengelola kebutuhan pupuk saat MT 1 dan 2, sehingga kuota pupuk yang sudah tercatat pada kartu tani tidak habis.

“Saran saya begitu, petani harus bisa mengelola pupuk dengan benar,” pungkasnya. (T05-Red)

error: