Oleh Saiful Jihad Rumalutur
Mahasiswa Pasca Sarjana Prodi Manajemen Bencana UPNVYK/Anggota KMPA Giri Bahama, Fakultas Geografi, UMS.
Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) merupakan pendekatan yang menempatkan masyarakat lokal sebagai garda terdepan dalam menghadapi dan mengelola risiko bencana. Pendekatan ini menekankan pada keterlibatan aktif komunitas dalam penilaian risiko, penetapan prioritas penanganan, serta evaluasi mandiri atas kinerja pengurangan risiko bencana. Di kawasan karst seperti Gunungsewu, upaya PRBBK menjadi sangat penting mengingat kerentanan tinggi terhadap bencana seperti kekeringan.
Kawasan karst memiliki karakteristik unik yang memerlukan pendekatan khusus dalam manajemen risiko bencana. Di sini, ancaman utama seperti kekeringan membutuhkan solusi yang berbeda dibandingkan dengan wilayah pegunungan atau pesisir. Oleh karena itu, masyarakat di kawasan karst harus mampu mengenali ancaman dan mengembangkan strategi pengurangan risiko yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan budaya lokal mereka.
Pentingnya peran komunitas dalam PRBBK terlihat dalam model pembangunan bottom-up yang diterapkan khususnya pada Kawasan Karst Gunungsewu. Dalam model ini, masyarakat lokal dilibatkan secara langsung dalam pengambilan keputusan melalui analisis risiko, pengkajian kerentanan, dan penilaian kapasitas mereka. Hal ini memungkinkan mereka untuk memahami dengan baik kondisi lingkungan dan ancaman yang ada, serta mengembangkan rencana yang efektif untuk mengurangi risiko bencana.
Pecinta alam, sebagai kelompok yang sering terlibat dalam kegiatan di alam terbuka dan pengabdian masyarakat, memiliki peran penting dalam mendukung PRBBK di kawasan karst. Keterlibatan mereka dapat memperkuat mobilisasi sumber daya lokal dan mendukung upaya konservasi lingkungan. Hal ini dikuatkan dalam Kode Etik Pecinta Alam yang ke – 2 “Pecinta Alam sebagai bagian dari masyarakat Indonesia sadar akan tanggung jawab kepada Tuhan, Bangsa dan Tanah Air” dan isi hakekat dari kode etik pecinta alam ke – 2, 3 dan 4 yaitu “Mememlihara alam beserta isinya serta mempergunakan sumber alam sesuai dengan batas kebutuhan”, “mengabdi kepada Bangsa dan Tanah Air”, “menghormati tata kehidupan masyarakat sekitarnya serta menghargai manusia sesuai dengan martabatnya”
Pecinta alam dapat membantu masyarakat dalam beberapa aspek penting PRBBK, seperti: Pemetaan Desa dan Ancaman, Pecinta alam dapat membantu dalam proses pemetaan desa dan identifikasi ancaman yang ada di sekitar masyarakat. Pemetaan ini penting untuk memahami kondisi lingkungan dan menentukan langkah-langkah mitigasi yang tepat. Pendidikan dan pelatihan, Pecinta alam dapat mengadakan pelatihan dan pendidikan bagi masyarakat mengenai pengelolaan risiko bencana, teknik konservasi air, dan cara menghadapi kekeringan. Pengetahuan ini akan membantu masyarakat menjadi lebih tangguh dan siap menghadapi bencana. Pendampingan dalam pengambilan Keputusan, dengan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki, pecinta alam dapat mendampingi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan terkait pengelolaan risiko bencana.
Hal ini termasuk membantu dalam penyusunan rencana aksi dan evaluasi kinerja. Konservasi dan pemulihan lingkungan: pecinta alam dapat terlibat dalam kegiatan konservasi dan pemulihan lingkungan, seperti reboisasi, pengelolaan sumber air, dan perlindungan habitat. Upaya ini tidak hanya mengurangi risiko bencana, tetapi juga meningkatkan kualitas lingkungan hidup masyarakat.
Melalui kolaborasi yang kuat antara pecinta alam dan masyarakat lokal, diharapkan tercipta sinergi yang dapat mengurangi risiko bencana dan meningkatkan ketahanan masyarakat di kawasan karst. Dengan demikian, pengelolaan risiko bencana tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau lembaga tertentu, tetapi juga menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari masyarakat. Keterlibatan aktif semua pihak dalam PRBBK akan membawa manfaat jangka panjang, baik dari segi keselamatan, keberlanjutan lingkungan, maupun kesejahteraan masyarakat. (T08_Red)