- GMNI: Rawan Hoax di Tahun Politik
JAKARTA, smpantura – Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino, angkat bicara soal adanya isu miring terkait tuduhan monopoli bisnis di Lapas yang dilakukan oleh seorang anak menteri. Dugaan ini muncul pasca aktor Tio Pakusadewo menyampaikan adanya bisnis yang monopoli dalam penjara melalui potongan video. Kemudian, pernyataan tersebut ditimpali oleh akun Twitter @PartaiSocmed yang menegaskan bahwa perusahaan yang dimaksud adalah Jeera Foundation.
Arjun mengatakan, untuk menunjuk adanya monopoli perlu ada bukti yang kuat, dan tidak bisa asal bicara. Terutama, harus disertai pembuktian adanya konsentrasi pasar yang tinggi (penguasaan pasar-red), tingginya hambatan masuk pasar, hingga homogenitas produk atau layanan yang menunjukan apakah struktur pasar memungkinkan untuk pembentukan suatu kartel atau tidak. Semua ini harus memenuhi syarat.
“Sebuah usaha atau bisnis bisa disebut monopoli ada syaratnya, harus disertai pembuktian baik secara structural evidence (bukti struktural) maupun conduct evidence (bukti perilaku). Jadi tidak bisa asal nuduh”, ungkapnya dalam pers rillis yang disampaikan ke smpantur.news, kemarin.
Dia menyebutkan, bisnis di wilayah Lapas seperti katering, koperasi dan pelatihan keterampilan sudah banyak yayasan yang sejak lama bergerak di bisnis tersebut, dan bukan hanya Jeera Foundation. Kondisi tersebut tak bisa disebut sebagai monopoli. Untuk itu, publik perlu berhati-hati karena tuduhan tersebut sangat tendensius.
“Sudah banyak bisnis yang bergerak di Lapas, mulai dari katering, koperasi hingga pelatihan. Artinya pasarnya heterogen tidak bisa disebut monopoli. Kecuali hanya ada satu perusahaan beserta afiliasinya yang menghegemoni pasar tersebut. Ini heterogen. Tuduhan monopoli tendensius dan berbau politik,” terangnya
Arjuna mengingatkan, agar masyarakat tidak mudah termakan hoax dan tuduhan yang bersifat personal. Tanpa berdasar bukti yang jelas isu tersebut berpotensi mendeskriditkan seseorang. Apalagi menurut Arjuna saat ini kita sedang memasuki tahun politik, kabar hoax seringkali digunakan untuk menjatuhkan lawan politik.
“Kalau tuduhannya monopoli silahkan dibuktikan. Kan ada syaratnya. Misalnya menguasai lebih dari 50% pangsa pasar. Jangan kita bermain hoax, bikin fitnah. Masyarakat harus jeli di tahun politik ini. Harus memverifikasi kebenaran kabar di media sosial,” pungkasnya. (T07_red)